Pemahat Abad
Kopag menjatuhkan pisau ukirnya yang
runcing. Hampir saja pisau itu memahat kakinya. Semua gara-gara dia mencium bau
yang aneh dari sudut pintu. Seperti bau daun-daun kering dan kayu basah. Aneh,
dari mana datangnya bau yang membuatnya begitu gelisah? Bau itu semakin
mendekat.
“siapa itu?”
“titiang. Luh Srenggi.”
“Srenggi? Srenggi siapa?!” Kopag
semakin menggigil. Bau itu semakin mendekat dan menyesakkan dadanya. Tangannya
jadi lapar. Dia memerlukan alat-alat pahatnya. Pisau-pisau yang runcing
terbayang di otaknya. Kopag menggigil ketika bau itu benar-benar menelanjangi
wujud laki-lakinya. “Katakan padaku, siapa kau?!”
“Titiang yang akan melayani seluruh
keperluan Ratu. Mulai hari ini dan seterusnya.” Suara itu terdengar gugup.
“Siapa tadi nama mu?” Kopag mulai
menenenangkan dirinya sendiri.
“Luh Srenggi.” Suara itu terdengar
bergetar. Suara itu adalah suara perempuan. Apa yang terjadi dengan dirinya?
Kopag memaki dirinya sendiri. Aneh sekali, tiba-tiba saja dia seperti
ditenggelamkan ke lautan. Suara itu dirasakan penuh kejujuran, kasih sayang,
dan sangat tulus.
Kopag yakin dugaannya ini tidak
meleset. Inilah perempuan itu, perempuan yang dicarinya berabad-abad. Sekarang Hyang Widhi mengirim untuknya. Seorang perempuan, benarkah suara ini milik
seorang perempuan?
Ketika Kopag akan mengambil
tongkatnya, Luh Srenggi cepat-cepat membantu. Tangan mereka bersentuhan. Kopag
semakin gelisah. Kulit perempuan itu seperti kayu. Luar biasa. Perempuan itu
pasti memiliki kecantikan yang melebihi kecantikan sebatang pohon, atau
seonggok kayu yang paling sakral sekalipun.
Baru kali ini Kopag merasakan dapat
menikmati hidupnya. Dia dapat memberikan penilaian yang objektif terhadap benda
hidup yang bernama manusia. Biasanya dia hanya dijadikan objek, sekedar mendengarkan
keputusan orang-orang terdekatnya. Apapun yang dikatakan orang-orang di
sekitarnya, Kopag harus patuh.
Kali ini, dia merasa menemukan
kebenaran yang berbeda dengan kebenararan yang diyakini oleh orang-orang yang
selama ini rajin menanamkan kebenaran yang telah menjadi ukuran mereka.
“apakah di bumi ini wujud kebenaran
itu sudah seragam, Gubreg?”
Suara Kopag terdengar getir,”bahkan
untuk menilai keindahan itu, aku juga harus memakai kriteria mereka?
“Kebenaran mereka?” Aku tidak yakin
mereka mampu melihat seluruh keindahan hidup ini dengan benar!” suara Kopag
terdengar
Penuh tekanan. Pikirannya kacau.
Kopag sadar, sangat sadar. Dilahirkan
sebagai laki-laki buta memang tidak menggairahkan. Karena tak ada
perempuan-perempuan yang dapat dilihatnya dengan matanya.
Tapi, apakah orang-orang yang
memiliki kelengkapan utuh sebagai manusia ketika dilahirkan mampu menangkap
seluruh rahasia kehidupan ini? Rahasia yang erat-erat digenggam dan
disembunyikan alam? Salahkah kalau tiba-tiba saja Kopag menemukan kecantikan
yang luar biasa pada diri Luh Srenggi.
Kecantikan yang dia lihat dengan
pikiran, perasaan, dan keindahannya sendiri... salahkah?
Kecantikan perempuan muda itu adalah
kecantikan yang sangat luar biasa. Tubuhnya seperti lekukan kayu. Seluruh
wajahnya juga lekukan kayu. Dia adalah kayu terindah dan tercantik. Aneh sekali
tak ada manusia yang dapat menangkap kecantikannya. Menghargai keindahan yang
dititipkan alam padanya.
Bahkan Gubreg, pelayan tua itu, juga
tidak berkomentar ketika Kopag memuji keindahan perempuan delapan belas tahun
itu. Apa yang sesungguhnya salah pada kriteria yang telah diberikan Kopag
terhadap perempuan?
*******
Kehidupan telah memaksa bocah
laki-laki itu memakai label Ida Bagus Made Kopag, agar orang-orang mudah
mengenalinya dan membedakan dirinya berbeda dengan manusia lainnya. Dia anak
laki-laki kedua yang lahir dari keluarga terkaya di Griya. Gelar Ida Bagus
menunjukan bahwa dia adalah anak laki-laki dari golongan brahmana, kasta
tertinggi dalam struktur masyarakyat Bali.
Ayahnya seorang laki-laki sangat
terhormat dan memiliki kedudukan tinggi di pemerintahan. Dia juga memilki puluhan
galeri lukis dan patung.
Sayangnya, laki-laki itu memilki mata
yang sangat liar. Laki-laki itu adalah binatang yang paling mengerikan.
Kata orang, laki-laki itu dapat tidur
dengan seluruh perempuan. Dia tidak pernah peduli, cantikkah perempuan itu,
sehatkah dia? Bagi ayah Kopag, setiap mahluk yang memilki lubang dapat
dimasuki.
*******
Kopag menarik nafasnya dalam-dalam.
Di sentuhnya kayu kering yang selama ini mengantarnya ke mana dia pergi. Jujur
saja, Kopag sangat menyukai kayu yang mengenalkannya pada dunianya. Dunia yang
diinginkan. Sebuah kesunyian dengan pagar-pagar keindahan. Tanpa teriakan
iparnya yang sering menyesakkan kuping.
“apa bisanya adikmu yang buta itu?
Apa? Merepotkan!”
Suara perempuan muda itu selalu
menggelisahkannya.
Ada-ada saja yang diributkannya,
tanaman di halaman samping rusak atau terinjak kakinya, kembang sepatu yang
baru ditanam perempuan nyinyir itu tersangkut tongkatnya, atau posisi piring
dan gelas berubah didapur.
Suara iparnya itu akan terus
menari-nari di sekitar telinganya. Bagaimana mungkin perempuan yang konon kata
orang-orang di desanya sangat cantik dan santun itu dapat berkata begitu kasar.
Nama perempuan itu Ni Luh Putu Sari. karena
dia bukan kaum brahmana, perempuan itu harus mengubah namanya menjadi Jero
Melati. Karena perempuan sudra, perempuan kebanyakan itu telah menikah dengan
kakaknya dan menjadi keluarga Griya.
Orang – orang diluar hanya tahu
bentuk tubuhnya yang konon sangat luar biasa, kulitnya yang sering jadi pujian,
pokoknya seluruh tubuh perempuan itu selalu jadi pembicaraan kaum laki-laki.
Aneh sekali Kopag berpikir, bagaimana
sesunguhnya sebuah penilaian objektif dalam hubungan antar manusia di bumi ini.
Iparnya yang luar biasa kasar dan cerewetnya jadi pujian dan pembicaraan
seluruh laki-laki di Griya.
Bagi Kopag, perempuan itu adalah
pemain sandiwara ulung. Saat ini dia sangat mengikuti ambisinya untuk memasuki
perannya sebagai istri laki-laki dalam lingkungan keluarga brahmana, dia harus
menunjukan pada seluruh manusia di desa ini bahwa dirinya berhak masuk dalam
lingkungan keluarga bangsawan.
Itu yang dirasakan Kopag, ketika untuk
pertama kali iparnya itu menjalarinya. Getaran tangannya sudah seperti
tangan-tangan mayat yang membusuk. Kopag juga merasakan setiap mulut perempuan
itu terbuka, dia mencium bau darah. Anyir, bau itu seolah – olah berlomba melompat
dari bibirnya yang konon sangat mungil, merah, dan sangat pas.
Bahkan Gubreg, parekan, pelayan setia
yang merawat Kopag sejak kecil, selalu berkata bahwa beruntunglah kakaknya
dapat mendapatkan perempuan tercantik di desa.
“luar biasa kecantikan Jero Melati,
Ratu.”
“seperti apa perempuan cantik itu
Gubreg? Tolong kau katakan seluruhnya. Aku ingin tahu, aku juga ingin
merasakan.”
Laki-laki tua itu terdiam.
Dipandangnya mata Kopag dalam-dalam. Ada rasa sakit mengelus dada tuanya.
Ida Bagus Made Kopag memilki tubuh
yang sangat bagus, tinggi, dan tangannya juga sangat cekatan memahat
patung-patung.
Sejak kecil kakeknya hanya mengajari Kopag
bersentuhan dengan kayu-kayu untuk berkenalan dengan kehidupan. Atau sesekali
mendatangkan guru untuk mengajarinya membaca huruf braille.
********
“Anak itu buta, Gubreg. Menanggung
dosa ayahnya. Pertumbuhannya selalu mengingatkanku pada perbuatan-perbuatan
yang dilakukan anakku. Karmanya jatuh pada anaknya sendiri. Kegelapan itu jadi
milik cucuku yang paling abadi.
Aku masih percaya kehidupan itu masih
dapat diajak bicara. Kau dapat lihatkan? Kehidupan sendiri memberinya hadiah
yang luar biasa. Cucuku memilki seluruh mata manusia yang ada di bumi ini.
Lihat dia mampu membuat patung-patung
dengan ukiran sangat sempurna. Jaga dia baik-baik. Anggap dia anakmu!”
Itu pesan Ida Bagus Rai, sebelum
berpulang.
******
“Gubreg kau belum menjawab pertanyaanku.
Seperti apa perempuan cantik itu?
Apa seperti bongkahan kayu beringin
ini? Dingin tapi mampu memikatku. Lihat, Gubreg, aku selalu tersentuh. Gubreg
aku selalu meluap, apa ini rasa yang dimilki laki-laki? Ini wujud kelakian
itu?”
Suara Kopag terdengar pelan.
Hyang Widhi! Penguasa jagat! Kopag
memang sudah besar, sudah menjelang 25 tahun. Dia juga rajin membaca buku-buku
dengan huruf braille. Atau sesekali dia dikunjungi orang asing dari prancis,
Frans kafkasau.
Laki-laki setangah baya itulah yang
membuat Gubreg, jengkel! Ada-ada saja yang dibawanya. Kadang-kadang dia bacakan
buku-buku bahasa asing, yang di terjemahkannya, tentang Michelangelo, Buonorty,
yang konon kata Frans, pematung jaman Renaisans.
Susah. Susah. Sejak bergaul dengan
Frans ada saja yang di pertanyakan Kopag padanya.
“jangan bertanya yang aneh-aneh pada
titiang, Ratu. Titiang tidak dapat menjelaskan seperti Frans.” suara Gubreg terdengar
pelan.
Sampai menjelang tengah malam, Gubreg
belum juga dapat menjawab arti menjadi laki-laki. Perasaan apa yang sedang
bertarung dalam tubuh Kopag? Gubreg takut.
*******
Pagi-pagi sekali, Kopag sudah membuka
jendela studionya.
“Aku ingin bercerita padamu,” suara
Kopag terdengar penuh rasa ingin tahu.
“tentang apa lagi Ratu?”
“kecantikan perempuan.”
“titiang...titiang tidak dapat
menceritakan kecantikan poerempuan pada Ratu. Semua orang, Ratu, memiliki
penilaian khusus tentang hal itu. Perempuan itu.....”
Suara Gubreg trerdengar patah.
Berkali-kali dia menarik nafas. Dia
mengerti sangat paham. Dia juga laki-laki, dia juga pernah merasakan seperti
apa percikan nafsu itu ketika pertama kali menampar wujud manusianya. Begitu
parah, dan teramat menggesahkan ketika tubuhnya mulai lapar dan memerlukan
tubuh lain untuk santapan.
Kalau sekarang Kopag bertanya seperti
apa kecantikan itu, Gubreg paham. Sesuatu yang dahsyat telah dititipkan alam pada
tubuhnya.
Gubreg menatap tajam tubuh Kopag yang
sedang merampungkan pahatannya.
“Gubreg, kau belum menjawab
pertanyaanku.” Suara Kopag terdengar pelan.
Dia menarik nafas berkali-kali,
“Gubreg, kau ingat kata-kata Frans?”
“yang mana?”
“Frans mengatakan keliaranku
membentuk tubuh-tubuh manusia dalam kayu mengingatkan dia pada lukisan Pablo
Picasso, Guernica.
Pada dasarnya aku selalu penasaran,
Gubreg. Kenapa kayu-kayu ini selalu mengajakku berdiskusi, mengajakku bicara,
berdialog, dan berpikir. Aku selalu ingin tahu, selalu ingin mengupas dan
melukai kayu-kayu itu. Rasa ingin tahu yang begitu besar, sampai menguliti
otakku, tanganku, tubuhku. Aku juga ingin tahu setiap impian.
Impian-impian yang dimiliki oleh
pohon ketika dia membesarkan ranting-rantingnya, membesarkan tubuhnya, sampai
akhirnya potongan-potongan tubuh itu ada di tanganku. Aku juga memiliki
impian-impian sendiri pada patahan tubuh pohon itu. Suatu hari Frans dan
seorang temannya mengatakan, pahatanku tentang perempuan sangat sempurna. Kata mereka,
sangat surealis. Kecantikan perempuan yang ku terjemahkan lewat kayu-kayu itu
mengingatkan Frans pada keliaran Martha Graham, yang memanfaatkan seluruh
tubuhnya untuk mewujudkan jati diri tokoh yang dimainkan. Gubreg, aku merasakan
kecantikan perempuan itu melalui jari-jariku. Kayu-kayu dan pisau telah
memberiku mata yang lain.”
Gubreg tetap diam. Dia mencoba
memahami sesuatu yang sangat rahasia dan begitu dalam ingin di sampaikan Kopag,
seorang anak yang di besarkan dengan cara-caranya, di ajar memahami kehidupan.
Berkat Kopag, keluarga besar ini
kembali dapat hidup. Patung-patung Kopag laku keras dan diminati oleh kolektor
dari dalam dan luar negeri. Sekarang keluarga ini tentram. Jero Melati tidak
pernah ceriwis, perempuan itu bebas menggunakan uang Kopag semaunya. Bahkan kakak
sendiri dapat membuka galeri patung yang besar. Saat ini galeri itu sudah
tumbuh besar dan menjadi satu-satunya galeri yang di akui di bali karena karya
patung yang masuk harus melalui seleksi dan pertimbangan yang teliti. Bulan kemarin,
ada bantuan dana dari jerman dan perancis.
Gubreg tahu tak ada yang di inginkan
Kopag. Laki-laki itu tidak pernah tahu apa arti ada uang atau tidak ada
uang. Hanya satu yang di tangkap Gubreg,
Kopag memerlukan perempuan.
*******
“kita harus carikan seorang istri
untuk Ratu,”
Suara Gubreg terdengar sangat
hati-hati. Mendengar komentar itu, Jero Melati tersenyum.
“bagaimana kalo dia kawin dengan
calon yang telah ku siapkan.”
“Jero sudah punya calon?”
“Ya. Aku sudah memikirkannya
jauh-jauh hari.”
“siapa?”
“Adik perempuanku,”jawab perempuan
itu serius. Gubreg menatap perempuan itu tajam. Untuk pertama kali dia
merasakan hawa jahat berendam dan menguasai tubuh cantik itu.
Benar kata Kopag, perempuan satu ini
memang bukan perempuan baik-baik. Otaknya hanya berisi kehormatan.
“kau harus dapat meyakinkan dia bahwa
adikku layak menjadi istrinya.” Suara perempuan itu terdengarmirip perintah dan
pemaksaan. Gubreg diam. Dia tahu, adik Jero Melati adalah perempuan paling liar
dan nakal. Kata orang-orang kampung, adik Jero Melati dapat menjual tubuhnya. Mengerikan!
Padahal perempuan itu sangat cantik. Sayang, dia tidak tahan miskin. Padahal
kemiskinan kalau di hayati memiliki keindahan tersendiri.
******
“Gubreg. Aku ingin bicara!” kali ini
suara Kopag terdengar serius.
Gubreg mencoba memahami kemana
kira-kira arah pembicaraan Kopag. Lima menit tanpa hasil Kopag sperti linglung,
dia terus mengelilingi studionya.
“Ratu. Ratu ingin apa lagi? Jangan menakuti
titiang. Ratu terlihat sangat gelisah.”
“Ya. Aku ingin kawin, Gubreg.” Suara Kopag
terdengar sangat serius.
“Maaf Ratu,titiang juga sudah
membicarakan dengan Jero dan kakak Ratu.”
“Apa kata mereka?”
“Mereka setuju. Bahkan merekalah yang
akan memilihkan calon istriuntuk Ratu.” Gubreg mengangkat wajahnya, ingin
sekali dilihatnya wajah Kopag berseri. Aneh! Wajah itu tetap seperti batu.
“Aku sudah memiliki calon. Kali ini
pilihanku tidak dapat di ubah!”
“siapa?”
“Luh Srenggi.”
“Ratu...?!” Gubreg seperti tercekik.
Luh Srenggi, apakah kuping tuanya tidak salah dengar? Bukankah Luh Srenggi adalah yang menyiapkan seluruh keperluan Kopag, membersihkan seluruh studionya, menyiapkan makan, dan mengambilkan pisau-pisau pahatnya?
Luh Srenggi, apakah kuping tuanya tidak salah dengar? Bukankah Luh Srenggi adalah yang menyiapkan seluruh keperluan Kopag, membersihkan seluruh studionya, menyiapkan makan, dan mengambilkan pisau-pisau pahatnya?
Perempuan itu bukan perempuan, dia
lebih mirip mahluk yang mengerikan, kakinya pincang, punggungnya bongkok, ada
daging besar tumbuh di atasnya, matanya yang kiri bolong, dia hanya memilki
satu mata. Wajahnya juga rusak berat. Kulitnya begitu kasar. Hyang Widhi! Dewa
apa yang ada dalam tubuh Kopag. Sadarkah dia, tahukah dia makna kecantikan?
Gubreg menarik nafas memegang dadanya kuat-kuat.
“Aku telah menidurkan perempuan itu
setiap malam, Gubreg.
Tubuhnya benar-benar lekukan kayu. Kulitnya juga kulit kayu. Kau tahu, ketika ku jatuhkan tubuhku memasuki tubuhnya, aku tenggelam dan habis. Dia adalah perempuan tercantik. Perempuan yang mengalahkan kecantikan kayu-kayu ku....
Tubuhnya benar-benar lekukan kayu. Kulitnya juga kulit kayu. Kau tahu, ketika ku jatuhkan tubuhku memasuki tubuhnya, aku tenggelam dan habis. Dia adalah perempuan tercantik. Perempuan yang mengalahkan kecantikan kayu-kayu ku....
Ketika dia telanjang, tak ada sebuah
pisau pun dapat menandingi ketajamannya. Perempuan itu telah mengasah tubuh
laki-lakiku.”
Gubreg ambruk.sebuah pisau pahat
menembus dadanya yang tipis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar